7.31.2015

...setengah nyawa...

Menurut beberapa orang, pasangan hidup berarti setengah nyawa kita, separuh hati kita, atau apalah yang bersifat seperdua dari diri kita. Bagi saya, pasangan hidup artinya kesempurnaan. Seseorang itu pastilah bisa membuat kita tersenyum sempurna atau gila sempurna :D 

Tahun ini saya memutuskan untuk menerima salah satu lamaran dari seorang lelaki yang sudah lama sekali saya kenal. Pernikahan yang tak biasa untuk budaya Indonesia kekinian. Mungkin karena saya memang 100% aneh, banyak orang menyayangkan pilihan saya terkait pernikahan ini. Saya ulangi, pilihan saya terkait pernikahan ini, bukan orang yang saya pilih untuk saya nikahi loh yaaa...

Pernikahan impian saya adalah menikah hanya dihadiri keluarga inti saya dan pasangan, di tempat yang nyaman, di waktu yang membahagiakan banyak pihak, dengan prosesi inti yang sakral dan utama tanpa neko-neko tambahan kebiasaan budaya, serta biaya yang tanpa perlu berhutang ke keluarga apalagi orang lain. Aneh memang, tapi itulah yang saya inginkan dan itu terwujud. 

Terima kasih Tuhan ;) Konsep pernikahan yang saya pilih tadi ternyata mengecewakan banyak orang di sekeliling saya. Dari mulai kenapa saya memilih tanggal yang masih dalam libur Lebaran, warna pakaian yang saya pilih saat acara, pilihan tata letak ruangan, sampai dengan tak adanya info jauh-jauh hari untuk penyampaian undangan. 

Sebagian besar orang lantas menyalahkan saya dan meminta mengulang proses pernikahan itu,, saya pun bingung. Bingung kenapa harus diulang, bingung kenapa saya harus mengikuti apa mau mereka, bingung kenapa mereka sebegitu pedulinya dengan saya saat ini padahal kemarin-kemarin ketika saya meminta tolong mereka hampir tak mengacuhkan saya dan malah cenderung memandang saya risih karena status saya. Entahlah, saya bingung. Selain memang saya menginginkan konsep pernikahan yang cenderung aneh untuk kebanyakan orang, ada hal yang melatarbelakangi lainnya kenapa saya membuatnya menjadi terkesan mendadak dan ditutup-tutupi. 

Satu.
Saya juga tak pernah paham mengapa saya harus menikah secepat ini. Eh, kalau dari sisi umur, saya sudah termasuk yang terlambat menikah sih. Maksud saya tadi adalah untuk pemilihan tanggal atau waktu pernikahan saya. Saya mengenalnya kembali di bulan April tahun ini, saya dilamarnya tanpa persiapan di bulan Mei tahun ini, dan beruntungnya saya bahwa Ramadhan tahun ini jatuh di bulan Juni tahun ini sehingga saya dapat sedikit bernafas dan membangunkan diri saya dari kebingungan atas apa yang terjadi. Yak, saya memang bingung mengapa saya mendadak terhubung kembali dengan nya, bertemu kembali dengan nya, dan dilamar nya. Semua hal itu masih membingungkan saya dan saya pun bingung dengan diri saya sendiri yang mengucapkan 'iya' ketika dilamar nya. Jadi intinya adalah saya bingung. Sebelum menikah saya bingung, saat menikah saya bingung, dan setelah prosesi pernikahan pun saya masih bingung. Boro-boro bercerita ke orang lain, wong saya mencoba menjelaskan ke diri sendiri saja juga saya bingung. Nah loh..! Sebutlah doa saya terkabul. Saya memang akhirnya menikah dengan seseorang yang sudah saya kenal 11 tahun yang lalu. Doa saya memang meminta untuk diberi jodoh dengan seseorang yang sudah saya kenal dan mengenal saya, baik hanya diri saya dan juga keluarga saya, sehingga tak perlulah saya akan capek-capek bercerita kepada jodoh saya tentang uniknya saya dan keluarga saya. Saya butuh dipahami dan saya mendapatkan itu. Cukup, doa saya terkabul. Terima kasih Tuhan ;) 

Dua. 
Bagi saya, menikah itu berarti bernegosiasi dengan ego. Bisa jadi kita menginginkan banyak hal untuk terwujud di acara pernikahan kita, namun seringkali kita lupa bahwa menikah itu bukan hanya tentang diri kita saja, namun juga tentang pasangan, tentang keluarga. Saya kerap berbeda pendapat dengan orang tua saya, dengan kakak saya, dengan pasangan saya terkait persiapan pernikahan. Semua orang berpendapat dengan egonya masing-masing. Sampai pernah dua kali saya menyatakan bahwa lebih baik saya batal menikah daripada harus mengikuti ini dan itu. Pilihan yang nekat dan gila yang akhirnya saya syukuri karena tak benar-benar saya batalkan. Terima kasih Tuhan ;) 

Tiga. 
Menikah itu menambah masalah yang memang selalu ada dalam hidup kita. Kalimat itu seringkali terucap dari beberapa senior saya yang sudah lebih dahulu menikah. Namun kali ini saya tahu kelanjutan dari kalimat itu, meski masalah makin banyak tapi solusi juga lebih cepat ada karena ada dua kepala,, dua kepala dingin lebih baik dari satu kepala panas. Sebelum menikah, saya sudah terlebih dahulu mengalami stres karena tekanan pekerjaan. Bingung? Pasti lah. Tak ada yang mampu saya kerjakan semua dengan sempurna 100%, hingga akhirnya saya putuskan untuk menyimpannya hanya untuk diri saya sendiri termasuk tanggapan yang akan datang karena saya mengabarkan berita pernikahan saya 2 minggu sebelum acara berlangsung. Silahkan menyalahkan saya, silahkan mencaci saya, silahkan memusuhi saya. Tak perlulah semua orang perlu tahu apa yang terjadi dan saya sudah mempersiapkan diri dari efeknya yang akan timbul. Egois? Mungkin. Yang saya pikirkan saat itu hanyalah acara dapat berjalan lancar dan itu terwujud. 

Terima kasih Tuhan ;) Mungkin saya memang terlambat menikah, mungkin saya memang terlalu banyak memilih, mungkin juga saya tak peka dengan sekeliling saya. Satu hal yang pasti, saya bersyukur karena saya masih dipercaya Tuhan untuk merasakan satu lagi proses kehidupan : MENIKAH. Terima kasih Tuhan ;) 


Psst...saya sedang menghitung waktu untuk proses kehidupan selanjutnya, aamiin.

7.22.2015

Mari Bermimpi Lagi.!

*ini aslinya ditulis di awal tahun yang entah karena apa menjadi baru terbit sekarang*

Yuk menulis mimpi lagi. Kebetulan tahunnya sudah baru, ya tahun 2015. Jadi, rasanya pas bila kita memulai menuliskan mimpi untuk tahun 2015 ini.

Mimpi saya sederhana :
1. Ingin lebih mengenal Tuhan dan Nabi saya.
2. Ingin menikah dengan pilihan Nya.
3. Ingin menerima beasiswa pendidikan S2 di Eropa atau Jepang ;)
4. Ingin umra (lagi).

Aamiin.

7.14.2015

Memilih (atau) Dipilih

Saya pun tak paham kenapa dia yang dipilihNya.

Meski saya berkoar-koar pengen banget ketemu NicSap secara langsung, bukan berarti NicSap yang saya pilih tuk jadi pendamping saya. Saya hanya pengagum NicSap, kalau tuk jadi lebih dari itu saya tak minat. Ketampanan dan kepiawaiannya berakting bakal tak lagi murni saya nilai bila porsi saya lebih dari sekedar pengagum, dan saya tak mau itu terjadi.

Anda tak tahu siapa NicSap? Tak apa, bukan lantas Anda akan menjadi orang penting bila Anda tahu siapa NicSap kok ;)

Kembali tentang orang pilihan, selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul di kepala saya. Bila dimulai dari kata kenapa, rekap hasil jawaban menunjukkan bahwa saya memang sudah mulai berbeda memandang dunia dan perkembangannya. Tak lagi hanya ego, namun demi kebaikan bersama. Terlalu berkompromi? Mungkin. Karena pengalaman hidup mengajarkan saya bahwa bila terlalu besar ego kita maka semestapun takkan mendukung usaha kita. Hasil yang kita idamkan bisa jadi malah musnah atau akan balik menyerang kita.

Pada titik hidup inilah saya paham kenapa kalimat 'terlalu banyak pilih-pilih sih' muncul dan menjadi trending topic jawaban bagi para penanya status para jomblo. Hidup memang rumit dan banyak ragam masalah yang muncul sehingga kita harus membuat pilihan. Namun seringkali kita lupa bahwa pemilik hidup ini bukanlah kita, sehingga pilihan yang kita ambil seringkali berdasarkan ego kita dan bukanlah berdasarkan Sang Maha Pemilik. Serumit-rumitnya jalan yang kita tempuh, bila pilihan itu berdasarkan Sang Maha Pemilik, maka hasilnya adalah 'win-win solution' alias kemenangan bersama, tak akan ada yang dikecewakan 100%.

Kemenangan bersama tidak pernah menyatakan keinginan semua orang terpenuhi 100%, sehingga kekecewaan pastilah tetap ada namun berkadar rendah dan sifatnya solutif bila kita permasalahkan. 

Tak percaya? Cobalah praktekan.!
Lakukan semua hal berdasarkan Sang Maha Pemilik, atau kalau untuk saya artinya adalah lillahi ta'ala. Bila tak jua berujung kemenangan bersama, dapat dipastikan dasar Anda belumlah ke Sang Maha Pemilik namun hanya baru ke Sang Pemilik karena ego Anda yang masih membahana di benak Anda.

Musuh terbesar dalam hidup adalah ego diri sendiri. Saya mencoba mengalahkan ego saya beberapa bulan terakhir ini. Semua berawal dari kalimat yang saya temukan di salah satu medsos, yaitu "jodoh jangan dicari, tapi dijebak". Lama saya mencoba memahami hingga akhirnya saya paham arti kata "dijebak". Kata yang berkonotasi negatif namun bila kita mencoba melihat bukan dari sisi kata itu sendiri maka hasilnya bukan hal yang negatif. Suatu jebakan membutuhkan perhitungan yang terkonsep baik. Selalu memiliki cadangan konsep bila konsep sebelumnya tidak berhasil. Namun tolong buang jauh2 semua hal buruk untuk materinpenusun konsep bila hasil yang ingin kita jebak adalah suatu hal baik. Bingung? Cara bekerja Tuhan memamg tak kan pernah tak membingungkan makhlukNya. Bila tak bingung, bisa jadi itu masih cara kerja manusia; bukan Tuhan.

Aiih, sudahlah...saya saat ini ingin berdoa agar saya termasuk golongan kaum yang tak lelah untuk memanjatkan doa-doa baik untuk diri saya sendiri dan semua orang. Aamiin.


Psst. Hadiah terbaik adalah kejutan, dan itu makin istimewa bila dari Nya.