12.04.2015

(ternyata) Menikah itu Berat, Bok.!


Sekitar delapan tahun lalu sampai setahunan terakhir kemarin, saya membayangkan bahwa menikah adalah suatu hal yang indah. Membayangkan begitu bahagianya kita memiliki seorang yang mencintai kita setiap waktu, kemana-mana berdua kapanpun, dan hal-hal indah muluk lainnya.

Kenyataannya, menikah itu memang indah :p daaaaaaaan berat. Berat.?!?
Iyalah berat, wong baru 4bulan lewat saya menikah ini aja berat badan saya naik 10kg. Jelas berat kan,, hehehhee...

Kenyataan lain yang terungkap adalah yang berat tidak hanya badan saya saja namun juga badan pasangan saya. Bedanya, naiknya di kisaran separo dari angka saya tadi. Jadi cukup legalah mas suami pas tahu angkanya kalah banyak ketimbang angka saya, hihihiii...

Dampak yang timbul membuat hidup dengan status menikah itu menjadi lebih seru adalah kita berdua jadi lebih sering pergi untuk berburu baju baru dengan ukuran yang besar, jumbo, ataupun super lebar >_<. Kita berdua juga lebih rajin mencari info olahraga yang efektif meski akhirnya hanya ketika mood saja dilakukan, hehhehe...yang penting kan sudah berusaha, tul gk?

Selain hal-hal di atas, masih banyak kejutan-kejutan yang tak terbayangkan dan sepertinya tak ada panduan yang menuliskannya, yang terjadi di kehidupan pernikahan itu. Kebanyakan hal-hal sepele, tapi ada juga hal besar yang seharusnya sudah ada kesepakatan solusi sebelum memutuskan menikah. Khususnya hal-hal terkait dengan kebiasaan kita yang berbeda dengan pasangan, cara pandang seorang wanita yang tentunya akan berbeda dengan cara pandang seorang pria, dan masalah keuangan. Meski ATM hidup kita adalah suami, kita tetaplah sebagai Menteri Keuangan Rumah Tangga yang harus cermat, cerdas, dan bijak dalam mengelola uang yang keluar dan masuk.

Kalaupun tetap ada masalah yang muncul, ya wajarlah...toh memang masih hidup ini. Kalau sudah tak ada masalah, itu artinya kita sudah mati sodara-sodara :). Kunci utama dari menikah sepertinya sih adalah komunikasi, kepercayaan, kejujuran, kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur. Sepertinya sih karena umur pernikahan saya baru seumur jagung lewat dikit, hehhehee....

Jadi, kalau kalian merasa menemukan Mr. Right, tolong pastikan bahwa semuanya termasuk semesta pun mendukung kalian. Bila masih ada ganjalan di hati kita ataupun orang-orang terdekat kita (keluarga, etc.), baiknya sih dipikir ulang keputusan untuk menikah. Bukan apa-apa, agar bila ada masalah ketika menikah, kalian bisa minta saran dan pendapat ke orang-orang terdekat kalian dengan lebih nyaman. Itu saja. Etapi tentunya kalian minta pendapat setelah kalian mentok saat mencoba menyelesaikan sendiri terlebih dahulu loh ya. Jangan belum apa-apa sudah angkat bendera putih ke keluarga.

Last but not least, tak hentinya saya mendoakan untuk semua teman yang belum menemukan pasangan hidup sejatinya agar segera dipertemukan di waktu yang terbaik, dalam kondisi terbaik, dan merupakan jodoh yang benar-benar terbaik. Aamiin. Semangaaaat ya..! :)

10.16.2015

Gagal Move On

Lavender alias Levi masih terpaku pada layar telpon genggamnya. Dia baru saja memencet tombol dari salah satu koleganya namun cepat-cepat dia putuskan sambungan. Berulangkali hanya hal itu yang dilakukannya.

Entah apa yang ada di benaknya. Tapi seharian ini, hanya hal itu saja yang dilakukan Levi disela-sela kegiatannya sebagai koki utama di sebuah resto ternama.

Kejadian tersebut tidak hanya terjadi hari itu saja, namun sudah berlangsung setiap hari selama 3 bulan terakhir ini. Kalau menurut bahasa anak muda saat ini, kondisi Levi adalah sedang galau. Levi gagal move on dari suatu hal yang tak seorangpun paham.

Kondisi Levi ini banyak dilalui oleh orang-orang yang masih tak rela untuk meninggalkan masa lalunya. Baiknya, dia mulai mengisi hari-harinya dengan lebih banyak mendekatkan diri kepada Sang Khalik dan menekuni aktifitas hariannya yang mulia itu, menyiapkan masakan lezat bagi pengunjung restoran.

Ahh, kasian betul Levi ini.

8.29.2015

Mencoba Berdamai

Tak mudah ternyata punya teman yang sensitif abiiiis. Kalau lagi kumat sensitifnya, habislah kita...apa yg kita perbuat pastilah kalau ada kelirunya berarti salah kita.

Entahlah harus nunggu telor ayam jadi martabak spesial dulu ato jadi telor ceplok untuk membuatnya mengerti bahwa masing-masing orang punya waktunya sendiri-sendiri untuk mengungkapkan alasan.

Menurutnya, saya salah karena tidak bercerita jauh-jauh hari tentang pernikahan saya sehingga dia tidak bisa menghadirinya. Dia merasa tak saya anggap spesial karena bukan orang yang pertama tahu tentang pernikahan saya. Okay, saya salah.

Saya sudah mengakui kalau saya salah dan meminta maaf tapi tetap saja tanggapan-tanggapan obrolannya garing. Mungkin, mungkin loh ya ini...karena saya tak tahu pasti, mungkin karena dia merasa bahwa dirinya tak saya anggap sebagai sahabat lagi jadi tak perlu lah lagi untuk menanggapi obrolan-obrolan saya seramah sebelum pernikahan saya.

Mencoba berdamai bukan hanya sekali saya lakukan. Seingat saya sih sudah lebih dari 2 kali. Tapi apalah saya ini, hanya manusia biasa yang penuh dosa sehingga sepertinya memang hanya tanggapan kurang ramah saja yang pantas saya terima.

Yaaaah, saya cuma mampu bercerita saja tentang hal ini. Sekedar untuk pengingat saja untuk saya. Bila esok-esok hari saya bertemu lagi dengan orang yang bertipe seperti ini, sebaiknya saya berhati-hati dalam menjaga hubungan pertemanan.

Hidup memang tak pernah akan berjalan selalu mulus karena onde-onde yang mulus tanpa wijen bukanlah onde-onde tapi disebut kasturi. Semoga hidup teman saya selalu mendapatkan yang terbaik dari Sang Pencipta, aamiin. Saya tak berani mendoakan yang lain lagi, takut makin didampratnya saya nanti. Hehehe :D 

Pelajaran yang saya dapat adalah tak mudah ternyata bagi orang kebanyakan untuk benar-benar ikhlas mendoakan kebahagiaan seseorang tanpa harus tahu latar belakang proses kebahagiaan itu terjadi. Sekali lagi, pelajaran ikhlas menjadi tema dalam kehidupan ini. 

7.31.2015

...setengah nyawa...

Menurut beberapa orang, pasangan hidup berarti setengah nyawa kita, separuh hati kita, atau apalah yang bersifat seperdua dari diri kita. Bagi saya, pasangan hidup artinya kesempurnaan. Seseorang itu pastilah bisa membuat kita tersenyum sempurna atau gila sempurna :D 

Tahun ini saya memutuskan untuk menerima salah satu lamaran dari seorang lelaki yang sudah lama sekali saya kenal. Pernikahan yang tak biasa untuk budaya Indonesia kekinian. Mungkin karena saya memang 100% aneh, banyak orang menyayangkan pilihan saya terkait pernikahan ini. Saya ulangi, pilihan saya terkait pernikahan ini, bukan orang yang saya pilih untuk saya nikahi loh yaaa...

Pernikahan impian saya adalah menikah hanya dihadiri keluarga inti saya dan pasangan, di tempat yang nyaman, di waktu yang membahagiakan banyak pihak, dengan prosesi inti yang sakral dan utama tanpa neko-neko tambahan kebiasaan budaya, serta biaya yang tanpa perlu berhutang ke keluarga apalagi orang lain. Aneh memang, tapi itulah yang saya inginkan dan itu terwujud. 

Terima kasih Tuhan ;) Konsep pernikahan yang saya pilih tadi ternyata mengecewakan banyak orang di sekeliling saya. Dari mulai kenapa saya memilih tanggal yang masih dalam libur Lebaran, warna pakaian yang saya pilih saat acara, pilihan tata letak ruangan, sampai dengan tak adanya info jauh-jauh hari untuk penyampaian undangan. 

Sebagian besar orang lantas menyalahkan saya dan meminta mengulang proses pernikahan itu,, saya pun bingung. Bingung kenapa harus diulang, bingung kenapa saya harus mengikuti apa mau mereka, bingung kenapa mereka sebegitu pedulinya dengan saya saat ini padahal kemarin-kemarin ketika saya meminta tolong mereka hampir tak mengacuhkan saya dan malah cenderung memandang saya risih karena status saya. Entahlah, saya bingung. Selain memang saya menginginkan konsep pernikahan yang cenderung aneh untuk kebanyakan orang, ada hal yang melatarbelakangi lainnya kenapa saya membuatnya menjadi terkesan mendadak dan ditutup-tutupi. 

Satu.
Saya juga tak pernah paham mengapa saya harus menikah secepat ini. Eh, kalau dari sisi umur, saya sudah termasuk yang terlambat menikah sih. Maksud saya tadi adalah untuk pemilihan tanggal atau waktu pernikahan saya. Saya mengenalnya kembali di bulan April tahun ini, saya dilamarnya tanpa persiapan di bulan Mei tahun ini, dan beruntungnya saya bahwa Ramadhan tahun ini jatuh di bulan Juni tahun ini sehingga saya dapat sedikit bernafas dan membangunkan diri saya dari kebingungan atas apa yang terjadi. Yak, saya memang bingung mengapa saya mendadak terhubung kembali dengan nya, bertemu kembali dengan nya, dan dilamar nya. Semua hal itu masih membingungkan saya dan saya pun bingung dengan diri saya sendiri yang mengucapkan 'iya' ketika dilamar nya. Jadi intinya adalah saya bingung. Sebelum menikah saya bingung, saat menikah saya bingung, dan setelah prosesi pernikahan pun saya masih bingung. Boro-boro bercerita ke orang lain, wong saya mencoba menjelaskan ke diri sendiri saja juga saya bingung. Nah loh..! Sebutlah doa saya terkabul. Saya memang akhirnya menikah dengan seseorang yang sudah saya kenal 11 tahun yang lalu. Doa saya memang meminta untuk diberi jodoh dengan seseorang yang sudah saya kenal dan mengenal saya, baik hanya diri saya dan juga keluarga saya, sehingga tak perlulah saya akan capek-capek bercerita kepada jodoh saya tentang uniknya saya dan keluarga saya. Saya butuh dipahami dan saya mendapatkan itu. Cukup, doa saya terkabul. Terima kasih Tuhan ;) 

Dua. 
Bagi saya, menikah itu berarti bernegosiasi dengan ego. Bisa jadi kita menginginkan banyak hal untuk terwujud di acara pernikahan kita, namun seringkali kita lupa bahwa menikah itu bukan hanya tentang diri kita saja, namun juga tentang pasangan, tentang keluarga. Saya kerap berbeda pendapat dengan orang tua saya, dengan kakak saya, dengan pasangan saya terkait persiapan pernikahan. Semua orang berpendapat dengan egonya masing-masing. Sampai pernah dua kali saya menyatakan bahwa lebih baik saya batal menikah daripada harus mengikuti ini dan itu. Pilihan yang nekat dan gila yang akhirnya saya syukuri karena tak benar-benar saya batalkan. Terima kasih Tuhan ;) 

Tiga. 
Menikah itu menambah masalah yang memang selalu ada dalam hidup kita. Kalimat itu seringkali terucap dari beberapa senior saya yang sudah lebih dahulu menikah. Namun kali ini saya tahu kelanjutan dari kalimat itu, meski masalah makin banyak tapi solusi juga lebih cepat ada karena ada dua kepala,, dua kepala dingin lebih baik dari satu kepala panas. Sebelum menikah, saya sudah terlebih dahulu mengalami stres karena tekanan pekerjaan. Bingung? Pasti lah. Tak ada yang mampu saya kerjakan semua dengan sempurna 100%, hingga akhirnya saya putuskan untuk menyimpannya hanya untuk diri saya sendiri termasuk tanggapan yang akan datang karena saya mengabarkan berita pernikahan saya 2 minggu sebelum acara berlangsung. Silahkan menyalahkan saya, silahkan mencaci saya, silahkan memusuhi saya. Tak perlulah semua orang perlu tahu apa yang terjadi dan saya sudah mempersiapkan diri dari efeknya yang akan timbul. Egois? Mungkin. Yang saya pikirkan saat itu hanyalah acara dapat berjalan lancar dan itu terwujud. 

Terima kasih Tuhan ;) Mungkin saya memang terlambat menikah, mungkin saya memang terlalu banyak memilih, mungkin juga saya tak peka dengan sekeliling saya. Satu hal yang pasti, saya bersyukur karena saya masih dipercaya Tuhan untuk merasakan satu lagi proses kehidupan : MENIKAH. Terima kasih Tuhan ;) 


Psst...saya sedang menghitung waktu untuk proses kehidupan selanjutnya, aamiin.

7.22.2015

Mari Bermimpi Lagi.!

*ini aslinya ditulis di awal tahun yang entah karena apa menjadi baru terbit sekarang*

Yuk menulis mimpi lagi. Kebetulan tahunnya sudah baru, ya tahun 2015. Jadi, rasanya pas bila kita memulai menuliskan mimpi untuk tahun 2015 ini.

Mimpi saya sederhana :
1. Ingin lebih mengenal Tuhan dan Nabi saya.
2. Ingin menikah dengan pilihan Nya.
3. Ingin menerima beasiswa pendidikan S2 di Eropa atau Jepang ;)
4. Ingin umra (lagi).

Aamiin.

7.14.2015

Memilih (atau) Dipilih

Saya pun tak paham kenapa dia yang dipilihNya.

Meski saya berkoar-koar pengen banget ketemu NicSap secara langsung, bukan berarti NicSap yang saya pilih tuk jadi pendamping saya. Saya hanya pengagum NicSap, kalau tuk jadi lebih dari itu saya tak minat. Ketampanan dan kepiawaiannya berakting bakal tak lagi murni saya nilai bila porsi saya lebih dari sekedar pengagum, dan saya tak mau itu terjadi.

Anda tak tahu siapa NicSap? Tak apa, bukan lantas Anda akan menjadi orang penting bila Anda tahu siapa NicSap kok ;)

Kembali tentang orang pilihan, selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul di kepala saya. Bila dimulai dari kata kenapa, rekap hasil jawaban menunjukkan bahwa saya memang sudah mulai berbeda memandang dunia dan perkembangannya. Tak lagi hanya ego, namun demi kebaikan bersama. Terlalu berkompromi? Mungkin. Karena pengalaman hidup mengajarkan saya bahwa bila terlalu besar ego kita maka semestapun takkan mendukung usaha kita. Hasil yang kita idamkan bisa jadi malah musnah atau akan balik menyerang kita.

Pada titik hidup inilah saya paham kenapa kalimat 'terlalu banyak pilih-pilih sih' muncul dan menjadi trending topic jawaban bagi para penanya status para jomblo. Hidup memang rumit dan banyak ragam masalah yang muncul sehingga kita harus membuat pilihan. Namun seringkali kita lupa bahwa pemilik hidup ini bukanlah kita, sehingga pilihan yang kita ambil seringkali berdasarkan ego kita dan bukanlah berdasarkan Sang Maha Pemilik. Serumit-rumitnya jalan yang kita tempuh, bila pilihan itu berdasarkan Sang Maha Pemilik, maka hasilnya adalah 'win-win solution' alias kemenangan bersama, tak akan ada yang dikecewakan 100%.

Kemenangan bersama tidak pernah menyatakan keinginan semua orang terpenuhi 100%, sehingga kekecewaan pastilah tetap ada namun berkadar rendah dan sifatnya solutif bila kita permasalahkan. 

Tak percaya? Cobalah praktekan.!
Lakukan semua hal berdasarkan Sang Maha Pemilik, atau kalau untuk saya artinya adalah lillahi ta'ala. Bila tak jua berujung kemenangan bersama, dapat dipastikan dasar Anda belumlah ke Sang Maha Pemilik namun hanya baru ke Sang Pemilik karena ego Anda yang masih membahana di benak Anda.

Musuh terbesar dalam hidup adalah ego diri sendiri. Saya mencoba mengalahkan ego saya beberapa bulan terakhir ini. Semua berawal dari kalimat yang saya temukan di salah satu medsos, yaitu "jodoh jangan dicari, tapi dijebak". Lama saya mencoba memahami hingga akhirnya saya paham arti kata "dijebak". Kata yang berkonotasi negatif namun bila kita mencoba melihat bukan dari sisi kata itu sendiri maka hasilnya bukan hal yang negatif. Suatu jebakan membutuhkan perhitungan yang terkonsep baik. Selalu memiliki cadangan konsep bila konsep sebelumnya tidak berhasil. Namun tolong buang jauh2 semua hal buruk untuk materinpenusun konsep bila hasil yang ingin kita jebak adalah suatu hal baik. Bingung? Cara bekerja Tuhan memamg tak kan pernah tak membingungkan makhlukNya. Bila tak bingung, bisa jadi itu masih cara kerja manusia; bukan Tuhan.

Aiih, sudahlah...saya saat ini ingin berdoa agar saya termasuk golongan kaum yang tak lelah untuk memanjatkan doa-doa baik untuk diri saya sendiri dan semua orang. Aamiin.


Psst. Hadiah terbaik adalah kejutan, dan itu makin istimewa bila dari Nya.

6.28.2015

Bentol

Semua berawal dari penasaran.

Saya, sudah lamaaaaa sekali ingin makan nasi goreng. Mungkin aneh bagi Anda yang belum mengenal saya. Pikir Anda, ya kalau memang ingin makan nasi goreng, ya belilah dan makanlah. Selesai urusan. Namun itu Anda, bukan saya. Kalau saya, pengen makan sesuatu itu bisa berarti makanan yang agak saya pantang untuk memakannya atau yang memang favorit saya. Nah, saya bukan penyuka nasi, sehingga makan nasi goreng bukanlah hal yang penting-penting amat. Apalagi bila ada tawaran makan pecel, pastilah nasi goreng akan saya jadikan pilihan terakhir dalam menu makan saya hari itu.

Kembali ke keinginan makan nasi goreng, hal itu sudah berlangsung sekitar sebulan lebih dan baru terealisasi awal puasa tahun ini. Itupun karena saya sedang dinas di Kupang yang saya kurang tahu warung-warung di sana menjual makanan apa saja. Menurut saya, nasi goreng pastilah ada karena nasi goreng sudah semacam makanan khas Indonesia, mirip-mirip mie instan itulah... ;)

Nasi goreng yang saya makan adalah hasil menitip seorang teman yang berjalan-jalan ke kota, sedangkan saya memilih tetap tinggal di hotel dan menikmati tayangan tv kabel yang tidak saya miliki di kost. Suapan pertama sudah berasa aneh, baik dari segi rasa dan bau. Tapi waktu itu saya pikir "sudahlah, mungkin karena agak kelamaan di jalan..", sehingga saya tetap memakannya sampai kira2 separo lebih saya merasa kenyang dan saya tinggalkan begitu saja. Setelah makan nasi goreng itu, saya melanjutkan aktifitas saya menyaksikan tayangan tv kabel hingga terlelap. 

Walhasil, ketika alarm saya berbunyi sekitar pukul satu dini hari untuk sahur, saya merasa badan saya gatal-gatal. Saya hanya garuk-garuk tanpa saya lihat seperti apa bentuk kulit saya yang gatal itu. Namun setelah saya mulai merasa gatal dibagian lengan dan dahi, barulah saya berjalan menuju ke arah kaca yang ada di ruangan kamar hotel dan menemukan bahwa dahi, lengan, dan paha saya bentol-bentol merah seperti digigit nyamuk satu koloni.

Melihat bentol-bentol yang banyak, saya panik. Saya basuh area-area tadi dengan air, kemudian saya olesi dengan minyak beruang dan minyak telon. Saya tunggu sekitar 15 menit dan tak ada pengaruh apapun. Kemudian saya mencari obat alergi yang biasa saya bawa, saya meminumnya satu butir dan beberapa saat kemudian saya tertidur karena pengaruh obat. Saya pun kemudian terbangun lagi ketika alarm menjelang subuh berbunyi dan bentol-bentol itu masih ada dan makin meluas.

Itulah awal saya kena bentol-bentol tak jelas ini. Panik, tersiksa, panas, gatal, dan perasaan tak nyaman lainnya yang ada. Namun karena sudah 3 akhir pekan saya lewati dan saya sudah mencoba berbagai macam pengobatan, akhirnya saya menjadi merasa punya teman baru, yaitu si bentol. Saya sudah tak terlalu memperdulikan kehadirannya, kecuali bila ada rasa panas mengikuti. Bila hanya gatal biasanya saya diamkan, namun bila ditambah panas, barulah saya akan panik. Tapi yaa...., sepertinya saya harus sering-sering berdamai dengan si bentol.