5.28.2014

Untukmu dan Hatimu yang Tak Mampu Kuraih

Pagi itu aku menaiki bis itu dengan ketakutan. Aku takut terlambat karena angkutan umum langgananku penuh sehingga aku tak kebagian tempat untuk diangkutnya menuju sekolah.

Kulihat sekeliling isi penumpang bis sambil mulutku komat-kamit berucap dzikir menenangkan hatiku. Aku takut terlambat dan aku takut karena memang belum pernah naik bis ini sendirian. Ternyata tak ada yang istimewa di dalam bis ini, pikirku. Aku lanjutkan merapal dzikir hingga tiba di jalan aku harus turun. 

Aku masih penuh ketakutan ketika turun dari bis melihat jalan menuju sekolah masihlah gelap. Jantungku berdebar tak karuan, nafasku mendadak satu-satu, aku panik. Langkah kaki kupercepat agar segera mencapai sekolah. Namun, mendadak aku sadar bahwa aku tak sendiri. Ada yang berjalan bersamaku-di belakangku. Kucuri pandang ke arahmu dan kau tersenyum, mengisyaratkan kau bukanlah orang yang perlu kukhawatirkan. Aku aman.

Semenjak hari itu, aku selalu mencarimu ketika berangkat sekolah menggunakan bis. Setiap aku melihatmu ada bersamaku menjadi penumpang bis, aku tahu bahwa aku aman, meski kau tak pernah menghiraukan hadirku. Kau membuatku merasa aman dan nyaman. Semenjak hari itu pula, aku tahu bahwa kau juga bersekolah di tempat yang sama denganku, sehingga untukku kau adalah penjaga jiwaku.

Tanpa sadar hari berlalu menjadi tahun, aku kehilanganmu pindah melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Aku mulai gusar. Setelah kutahu kemana kau pergi, kuputuskan bahwa aku kan melanjutkan sekolah yang sama denganmu. Paling tidak kau akan menjaga jiwaku di awal hari kumulai aktifitas baruku yang seringkali tak mudah dilalui, pikirku saat itu.

Tuhan menjawab doaku, aku mengikutimu. Namun masa telah berganti dan aku mengenal sosok lain yang kupikir mampu menjaga jiwaku sepertimu menjaga jiwaku. Ternyata aku salah, kau tetap penjaga jiwaku yang terbaik meski kau mungkin tak pernah sadar kehadiranku. Kau tetap yang teristimewa.

Tahun berlalu hingga kutak tahu kemana rimbamu. Aku menjadi sosok yang lebih berani ketimbang kecilku dulu. Tanpa kau sadari, kau adalah penyelamat dan penjaga jiwaku. Tanpamu saat itu mungkin tak kan kudapat hari indahku saat ini. Tanpamu saat itu mungkin aku kan tetap menjadi gadis cilik penakut dan manja.

19 tahun kemudian kita bertemu. Kau nampak rapuh dan aku sedih melihatmu seperti itu. Senyummu yang dulu masih ada namun tanpa sorot mata yang sama seperti kau membagi senyummu pertama kali denganku. Lukamu terlalu dalam. Entah apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu kembali bersinar seperti kala itu. Tak perlu seterang sinar yang lalu, cukuplah kau memiliki sinarmu lagi. Itu harap dan doaku.

Aku disini hanya mampu diam melihatmu meski hati dan jiwaku ternyata selalu tertuju padamu kemanapun dan kapanpun aku pergi menjauhimu. Bila dulu aku hanya mampu memandangi punggungmu dan aku sudah merasa tenang, berbeda dengan saat ini. Setiap kumemandang fotomu, aku tahu hidup dan jiwamu tak setenang dulu.




Nb. Aku tak pernah tak jatuh cinta padamu sejak pertama kali kau membagi senyummu padaku.

5.14.2014

Tuliskan Mimpimu..!

Percaya tak percaya, semua mimpi saya sejak kecil saya tuliskan berulangkali di sebuah buku yang entahlah kemana buku itu sekarang pergi.

Dari mulai saya ingin jadi apa, ingin kemana, ingin dengan siapa, ingin bagaimana, dan ingin ngapain aja,, hampir semua saya pernah tulis. Dan itu ternyata semacam doa dari seluruh sel dalam tubuh saya dan didukung semesta karna saya membaginya lewat tulisan.

Tuhan tak pernah tidur, itu yang saya yakini. Meski mimpi dan ingin saya lambat hadir, tapi perlahan satu persatu mulai terwujud. Ternyata doa saya sepertinya disepakati Tuhan dan diberikan kepada saya di waktu yang terbaik yang saya siap hadapi menurutNya.

Saat ini saya sedang menanti salah satu mimpi saya terwujud agar mimpi-mimpi lainnya juga dapat segera terwujud.

Yuk mulai tulis lagi apa yang anda inginkan di secarik kertas, agar Tuhan tahu dan semesta ikut mengaminkan doa itu.