6.07.2015

menikah (?)

Kata 'nikah', 'hamil', 'kerja' dan 'sekolah' adalah kata-kata yang menimbulkan apresiasi berbeda antara pelaku dan korban. Pelaku dalam hal ini bisa saja yang menanyakan, mengungkapkan, atau mengucapkan perihal salah satu dari empat kata tadi, dan korban adalah yang mendapatkan pertanyaan, ungkapan atau ucapannya.

Bagi saya, setiap manusia pastilah akan melewati fase-fase berada pada kondisi kritis, yaitu kondisi yang merealisasikan dari empat kata di atas. Minimal, dua dari empat kondisi akan terealisasikan dan terjalani. Semua itu akan terealisasi tidak serta-merta sang bangau datang membawa selembar kertas yang menyatakan bahwa kondisi-kondisi tersebut telah terjalani, tapi semua membutuhkan usaha dan doa di masa sebelumnya, saat, dan sesudahnya.

Faktor yang tidak penting dan tidak mutlak kadangkala malah terlihat penting dan mutlak di masa kini. Contohnya adalah saat seseorang mendapatkan pekerjaan di tempat bergengsi dan memang menjadi mimpinya. Orang-orang disekelilingnya akan turut bersukacita bila ditraktir gaji pertamanya, dan itu menjadi mutlak atau penting karena gengsi yang akhirnya timbul, bukan kewajiban. Kalau menilik esensi utama dari memiliki penghasilan, seharusnya orang tersebut segera menyisihkan sebagian hartanya (baca: gaji) untuk kaum yang berhak. Kalau di Islam disebut zakat maal dengan besaran 2,5% dari total penghasilan yang didapatnya. Namun manusia kekinian terkadang lupa atau bahkan sengaja melupakan yang wajib, dan malah mementingkan gengsi semata. Ahh, entahlah...

Saya kurang paham kenapa bila kita melanggar gengsi tersebut malah seringkali kita mendapatkan cemoohan dari masyarakat, meskipun kita telah menunaikan kewajiban kita.

Rasa-rasanya, hidup kita ini sudah dipenuhi dengan keangkuhan dan gengsi semata ketimbang yang pokok dan wajib yang seharusnya dijalani dahulu.

Ahh, sudahlah, ngelantur apa saya ini....

#eleginontonpameranweddingyangsuperdupermegah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah berkunjung